Jerman (part 16) – Tentang Angkutan Umum

Banyak hal baru yang saya saksikan & rasakan selama di Jerman. Sebagian tidak membuat saya kagum (sebel mungkin) dan sebagian lain mampu membuat saya kagum. Contoh yang menyebalkan bagi saya adalah rasa makanan yang aneh. Rasa makanan yang tidak seenak tampilan/penyajiannya. Ada juga hal yang membuat saya cukup kagum adalah masalah transportasi dan angkutan umum. Ambil contoh kereta api dan bis. Dua angkutan inilah yang saya gunakan selama di Jerman.

Ini contoh tiket bis di Paderborn. Tiket bis yang ada di foto ini adalah tiket ganda (1 tiket bisa untuk 4 kali pakai), untuk rute dari dekat hotel saya sampai ke halte depan gedung Fujitsu Siemens.

Tiket seperti di atas bisa dibeli di supir taksinya, bisa juga dibeli di mesin tiket yang ada di hampir setiap halte bis. Ini contoh mesin tiket di dekat hotel tempat kami menginap :

Tiap kali menggunakan tiket ini, supir akan melubangi tiketnya tiap kali kita naik. Selain dengan membeli tiket, kita juga bisa langsung membayar kepada supir. Tiap kali membayar atau menunjukan tiket kita akan diberi bukti pembayaran seperti ini (pada tanda bukti pembayaran ini dicantumkan tanggal & nama halte tujuan) :

Saya dan Pak Rully sempat heran juga mengapa kebanyakan orang Jerman masuk lewat pintu tengah bis dan tidak membayar apa-apa. Di sini semua bis memiliki minimal 2 pintu penumpang (ada juga yang 3 pintu), satu dekat supir, satu di tengah badan bis. Kami bertiga berpikir mungkin karena orang Paderborn punya tiket berlangganan yang bisa dipakai berkali-kali. Keheranan kami tidak serta merta selesai, berlanjut pada pertanyaan bagaimana si sopir tahu mereka punya tiket atau tidak? Kami sempat mereka-reka, mungkin ada sensor khusus di tiap pintu yang bisa mendeteksi tiket khusus, atau si sopir memantau lewat kamera khusus. Analisis kami memang terlalu jauh dan cenderung mengada-ada.

Tadi malam saya bertanya pada Donny teman saya yang kuliah di Stutgart, saya tanya mengapa banyak orang Jerman lalu lalang naik turun bis tanpa membayar pada supirnya. Menurut Donny, di sini ada tiket berlangganan/bulanan ada juga tiket semesteran bagi mahasiswa. Jadi bayar sekian euro untuk banyak kali pakai.

Kemudian saya bertanya lagi bagaimana cara sopir bis tahu penumpangnya punya tiket atau tidak. Jawabannya simpel saja : si sopir tidak akan pernah tahu penumpangnya membawa tiket atau tidak. Jadi mungkin saja ada orang yang tidak punya tiket bis naik lewat pintu tengah/belakang dan dengan cuek duduk manis sampai tujuan. Itu bisa saja terjadi, tapi menurut Donny itulah salah satu kelebihan masyarakat Jerman. Kesadaran hukum mereka sudah cukup tinggi, terlepas dari fakta bahwa ada denda 40 euro bagi penumpang bis/kereta api.

Di kereta api (baik yang dalam kota maupun yang antar kota), pemeriksaan tiket lebih sering dilakukan. Kemarin dalam perjalanan menuju Hannover, kami sama sekali tidak menemui petugas pemeriksa tiket. Jadi memang ada kemungkinan tiket tidak diperiksa, meskipun pada perjalanan kereta api frekuensi pemeriksaan tiket jauh lebih sering dilakukan daripada pada perjalanan dengan menggunakan bis. Saya tahu sebagian dari Anda mungkin akan berpikir : “wah enak donk bisa pergi-pergi gak bayar”. Nah itu…. kembali lagi ke masalah bagaimana kesadaran dan ketaatan hukum masyarakatnya. Mungkin ini adalah contoh yang bagus untuk ditiru dan dikembangkan di Indonesia.

6 thoughts on “Jerman (part 16) – Tentang Angkutan Umum

  1. Anda mungkin akan berpikir : “wah enak donk bisa pergi-pergi gak bayar”.

    Nah, itulah pemikiran orang Indonesia pada umumnya. Karena apa? Karena memang perbedaan budaya yang jauh. Mereka sudah maju dan sadar hukum lebih dahulu ketimbang kita. Jadi kalau itu dilakukan di Indonesia sudah pasti jawabnya, kacau! Yang sudah jelas-jelas diawasi saja masih dilanggar. Contohnya ya itu orang-orang yang naik di atas gerbong kereta api / kereta listrik.

  2. Bagus sekali pengalamannya. Dan itulah keistimewaan di Jerman. Bus di masing-masing kota adalah milik pemerintah daerah setempat. Pelayanan publik sungguh bersih dan rapi. Penduduknya pun tidak merusak atau mencoret milik umum, karena pendidikannya sudah sejak di rumah, diajar begitu di keluarga. Bravo.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.