Foto Lama

Tadi saya iseng melihat-lihat kembali arsip foto-foto di external harddisk. Saya melihat folder foto trip ke Perancis 2008 lalu. Ada beberapa foto yang menarik perhatian saya, salah satunya foto di atas. Dulu rasanya foto ini biasa saja. Saya lupa nama lokasi foto ini tapi saya ingat foto ini diambil di kota Saint-Étienne. Saya coba edit menjadi foto hitam putih. Lumayan, daripada tersimpan begitu saja di harddisk. Memang benar kata orang butuh perspektif baru untuk bisa menikmati sebuah foto.

Foto ini diambil dengan kamera Nikon pertama saya, Coolpix L14. Foto-foto yang saya liha tadi kualitas gambarnya terasa biasa saja, tidak terlalu tajam, warna yang terasa “hambar” (dull?). Apalagi kalau saya bandingkan dengan kamera-kamera yang saya pakai sekarang. Bahkan rasanya sekarang kualitas foto dari kamera Coolpix ini sudah terlampaui oleh iPhone. Teknologi memang begitu cepat berganti, kamera saku boleh dibilang hampir (atau sudah) tergantikan oleh kamera ponsel.

Plastik Pembungkus Payung

title
Pagi ini Jakarta diguyur hujan gerimis, udara terasa sejuk. Petugas cleaning service di Menara Rajawali berbaik hati menyediakan plastik pembungkus payung. Mereka bersiaga di lobi gedung menyambut orang-orang yang datang sambil berpayung. Sepertinya ini inisiatif dari manajemen gedung untuk menjaga gedung dari ceceran air dari payung yang baru dipakai pengunjung. Bagi petugas cleaning service mungkin cara seperti ini membantu meringankan pekerjaan mereka daripada harus mengepel terus-menerus.

Kaos Olahraga ITB 2001

Tahun 2001 lalu saat pertama kali kuliah di ITB, saya sedikit heran mengapa ada mata kuliah olahraga. Agak aneh karena teman-teman saya yang kuliah di universitas lain tidak ada yang mendapat mata kuliah olah raga. Mata kuliah olahraga di ITB ada di semester 1 & 2. Semester 1 & 2 waktu itu disebut sebagai tingkat TPB (Tahap Persiapan Bersama). Di tingkat TPB, semua mahasiswa apapun jurusannya mendapat mata kuliah dasar yang sama. Mulai dari Kalkulus, Kimia, Fisika, Agama, termasuk mata kuliah olahraga.

Kami diwajibkan membeli seragam olahraga, berupa kaos & celana pendek. Tiap angkatan seingat saya beda-beda desain kaos olahraganya. Angkatan 2001 mendapat desain yang unik (kalau tidak mau dibilang aneh). Kaosnya berwarna biru dengan bagian lengan yang berbeda warnanya antara kanan & kiri. Lengan kiri kaosnya berwarna pink, sementara bagian lengan kanan berwarna kuning.

Saya waktu itu berpikir kalau warnanya norak. Agak aneh rasanya memakai kaos yang seperti kehabisan bahan, sampai-sampai bagian lengannya pakai kain warna lain. Tapi memang kaos ini bisa jadi penanda yang sangat jelas. Kombinasinya yang unik tadi membuat si pemakai jadi terlihat menonjol di keramaian bahkan bila dilihat dari kejauhan. Sampai hari ini saya masih simpan kaos tadi, malah belakangan jadi sering dipakai sehari-hari. Sekarang warna kaos saya itu sudah sedikit pudar, warna pink-nya tidak terlalu ngejreng lagi. Tapi masih mikir bila pergi keluar menggunakan kaos ini 🙂

Bingkisan Cokelat Dari Focus Nusantara

Hari Minggu kemarin saya mampir ke toko kamera Focus Nusantara untuk membeli filter lensa. Saat selesai melakukan pembayaran di kasir saya diberi bingkisan oleh pegawainya. Katanya coklat Imlek. Rupanya Focus Nusantara ini menyambut Imlek (a.k.a Chinese New Year) dengan berbagi bingkisan coklat. Yang menarik adalah bentuk bungkus coklatnya. Bentuknya unik dengan nuansa Imlek & karena tahun baru Cina 2014 adalah tahun Kuda maka bungkusannya pun dibuat dengan hiasan kuda.

Awalnya bagian belakang ini saya lihat sekilas seperti hiasan bunga saja. Setelah sampai di rumah saya baru sadar kalau bagian belakang ini adalah bentuk kepala kuda yang disusun sedemikian rupa. Susunannya ini kalau dilihat sepintas menyerupai bunga.

Setelah dibuka barulah nampak bentuk aslinya, ada 6 bentuk kepala kuda seperti ini :

Karena bentuk kemasannya yang unik, jadi tidak perlu lagi lem atau selotip untuk membungkus isinya. Dan ternyata isinya adalah 2 buah cokelat Silver Queen Chuncky Mini. Menurut saya jauh lebih menarik kemasannya daripada coklatnya 🙂 Di bagian dalam kemasan ini terdapat gambar 12 shio lengkap dengan tahun-tahunnya.

Anda bisa cek apa shio Anda dengan melihat daftar tahun itu…sudah ketemu apa shio Anda? 🙂

Membeli Tiket Dengan Poin GFF

Minggu lalu saya ingin membeli tiket pesawat ke Yogyakarta untuk menghadiri resepsi pernikahan rekan saya. Ternyata harga tiket Garuda Indonesia jurusan Jakarta-Yogyakarta untuk bulan April nanti cukup mahal, sekitar 1,7 juta rupiah. Untung saya ingat kalau saya masih punya poin Garuda Frequent Flyer (GFF). Setelah saya cek ternyata saya masih punya poin sekitar 11000. Langsung saya telepon call center Garuda, ternyata poin saya cukup untuk ditukar tiket 1x terbang dari Jakarta ke Yogyakarta (atau sebaliknya). Tiket Jakarta-Yogyakarta bisa didapat dengan menukarkan 8000 GFF poin. Lumayan saya bisa berhemat dengan hanya membayar tiket pulangnya saja. Petugas call center Garuda membantu saya untuk booking tiket Jakarta Yogyakarta sekaligus redeem poin GFF saya tadi. Saya diberi nomor bookingnya & ternyata saya tetap harus datang ke kantor cabang Garuda untuk membayar pajak & mendapatkan tiketnya.

Tadi sore saya mengunjungi kantor Garuda Indonesia Gallery di Senayan City (ada di lantai 2). Di sana loket untuk pemegang kartu GFF dibedakan dengan layanan regular. Saya perlu menunggu sekitar 4 nomor antrian, lebih kurang 20 menit saya menunggu giliran dipanggil.

Proses mengambil tiket ini cukup cepat, saya tinggal memberitahukan nomor booking yang sudah saya dapat via telepon minggu lalu. Saat menukar tiket ini saya perlu menyerahkan kartu GFF & KTP. Katanya kartu GFF perlu digesek untuk memotong poinnya.

Saya juga perlu membayar Rp45.000,- untuk pajaknya. Sangat murah untuk ukuran tiket pesawat Jakarta-Yogyakarta yang normalnya sekitar Rp700ribu sekali jalan.

Ternyata belum ada kepastian apakah saya harus berangkat dari Bandara Soekarno Hatta atau dari Halim Perdanakusuma. Bagi yang belum tahu sejak 10 Januari 2014 lalu, Garuda Indonesia memindahkan beberapa penerbangannya ke Halim. Yang saya baca di Internet, salah satu penerbangan yang pindah ke Halim adalah jurusan Yogyakarta. Tapi si Mbak yang melayani saya tadi belum bisa memastikan apakah penerbangan saya ke Yogyakarta berangkat dari Halim atau masih seperti sekarang di Cengkareng. Katanya mungkin saya akan dihubungi kembali bila nanti penerbangannya pindah ke Halim.

Ini kali kedua saya menukarkan GFF poin, tahun 2008 lalu saya menukarkan GFF poin dengan 2 tiket pulang pergi ke Singapore. Menukarkan GFF poin ke penerbangan luar negri pajaknya lebih besar, sekitar USD$98. Periode 2008 lalu saya memang sering sekali bepergian dengan Garuda, poin saya cukup banyak saat itu. Saking seringnya menggunakan Garuda, saya pernah mendapat GFF Gold. Kalau tidak salah GFF Gold bisa didapatkan bila poin GFFnya sudah mencapai 30000.

Bila Anda tertarik dengan poin Garuda Frequent Flyer, Anda bisa baca info lengkapnya di websitenya GFF.