Backup Komputer Dengan Clonezilla

Masih lanjutan cerita tentang backup notebook dengan Clonezilla, tulisan ini berisi contoh langkah-langkah menggunakan Clonezilla. Clonezilla adalah aplikasi Linux yang menyediakan proses backup-restore harddisk. Pada dasarnya Clonezilla adalah distribusi Linux yang mengkhususnya fungsinya sebagai sarana backup-restore. Solusi backup dengan Clonezilla ini sifatnya “Full Backup”, dengan kata lain backup diambil dari keseluruhan bagian harddisk atau beberapa partisi saja. Clonezilla sesuai namanya “Clone”, melakukan duplikasi isi harddisk atau partisi untuk menghasilkan “backup image”. Clonezilla berbeda dengan solusi backup lain yang sifatnya “Incremental Backup” seperti misalnya Time Machine pada Mac OSX. Time Machine bisa mengambil backup secara berkala & gradual.

Untuk membahas bedanya “Full Backup” & “Incremental Backup”, contoh gampangnya seperti ini : Misalnya pada tanggal 1 Juli Anda menggunakan Clonezilla untuk mem-backup notebook Anda. Isi harddisk notebook Anda berukuran 250GB. Pada tanggal 7 Juli, data yang ada di dalam notebook Anda hanya bertambah 100MB. Bila Anda kembali melakukan full backup dengan Clonezilla, maka hasil backup-nya lebih kurang sama 250GB + 100MB. Padahal hampir semua data relatif tetap tidak berubah. Jadi pada tanggal 7 Juli Anda akan punya 2 image backup. Bayangkan berapa ruang kosong yang harus Anda miliki untuk menyimpan semua hasil backup tersebut (paling tidak 2x250GB kan?).

Lain halnya dengan “Incremental Backup”, aplikasi backup akan mengambil Full Backup setidaknya 1 kali saja di awal. Selebihnya aplikasi backup hanya mengamankan data-data yang baru atau data lama yang berubah. Pada contoh tadi, 100MB data saja yang akan diamankan pada proses backup berikutnya. Jadi pada tanggal 7 Juli, Anda punya backup berukuran 250GB + 100MB. “Incremental Backup” relatif lebih hemat ruang & lebih cepat karena hanya perubahan data saja yang diamankan.

Clonezilla memang kurang cocok dipakai sehari-hari paling tidak karena 2 alasan berikut ini :

  • Untuk menggunakan Clonezilla, kita harus mematikan komputer & reboot dengan bootable medianya Clonezilla. Tidak praktis karena kita harus menghentikan aktivitas pada komputer yang akan kita backup.
  • Ukuran hasil backup relatif besar karena tiap kali backup dilakukan, Clonezilla akan melakukan “Full Backup”.

Pada contoh ini saya gunakan VirtualBox untuk mengambil contoh tangkapan layar (screenshot) proses backup-restore. Pada prinsipnya sama saja cara penggunakan Clonezilla ini baik di virtual machine maupun di komputer betulan. Ini sudah saya buktikan juga saat melakukan proses backup notebook Lenovo x220 saya. Untuk mengambil tangkapan layar setiap proses, saya gunakan skenario seperti ini :

  • Saya punya VirtualBox virtual machine dalam Macbook Air.
  • VM tersebut menjalankan Ubuntu 14.04.
  • Saya mencoba mem-backup isi VM tersebut dengan Clonezilla.
  • Pada proses restore-nya, saya akan menggunakan Clonezilla untuk menginstal hasil backup menjadi virtual machine baru di VirtualBox-nya MacMini.

Sekali lagi, langkah-langkah yang akan saya tuliskan sama persis bila Anda aplikasikan pada sebuah notebook / desktop (bukan virtual machine). Saya membagi tulisan ini menjadi 2 bagian utama : proses backup & proses restore.

Persiapan

Beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum mulai mem-backup sebuah harddisk adalah :

  1. Saya perlu mengunduh Clonezilla dari website resminya Clonezilla. Ada dua pilihan media yang tersedia : berkas ISO yang bisa dijadikan bootable CD atau berkas zip yang bisa dipasang pada USB flash disk. Anda bisa baca detail cara untuk menyiapkan Clonezilla bootable media di sini.
  2. Media penyimpanan hasil backup. Pada contoh ini saya gunakan 2 macam media : USB flash disk & NFS server. Perlu diingat media penyimpanan harus punya cukup ruang kosong, ini sangat tergantung dari ukuran harddisk yang ingin kita backup & banyaknya data dalam harddisk tersebut.

Proses Backup

Berikut adalah contoh langkah-langkah melakukan backup sebuah komputer berisi Ubuntu 14.04 : Continue reading

Ubuntu Untuk Akses Windows Yang Bermasalah

Salah seorang rekan saya bekerja sebagai freelancer IT Support. Meskipun memiliki toko komputer sendiri di Mangga Dua, tapi dia menikmati aktivitasnya sebagai IT Support “door to door”. Mengunjungi satu kantor ke kantor lainnya, dari satu client ke client lainnya memberikan layanan perbaikan PC. Salah satu pekerjaan yang dia lakukan berulang kali adalah instal ulang Windows di komputer kliennya yang bermasalah. Entah masalah terkena virus, sampai Windows yang corrupt dan tidak bisa boot lagi.

Saya lupa tepatnya (tapi rasanya sudah lebih dari 1 tahun yang lalu), saya mengenalkan rekan saya pada Ubuntu Linux. Waktu itu saya sekadar cerita pada dia bahwa Ubuntu Linux bisa dipakai langsung dari CD (atau dari USB) tanpa perlu menginstalnya permanen ke dalam harddisk. Saya ceritakan juga bahwa live OS seperti itu bisa dimanfaatkan untuk mengakses data-data dalam harddisk yang sistem operasinya bermasalah.

 photo ubuntu-live-os_zpsbca5b39b.png

Rupanya dia cukup tertarik, jadi waktu itu saya pasangkan Ubuntu ke dalam USB flash disk-nya. Saya ajarkan caranya untuk booting dari USB dan mencoba live OS. Sempat saya demokan juga waktu itu apa dan bagaimana Ubuntu saat dijalankan sebagai live OS. Simpel, praktis, tanpa perlu repot menginstal ke dalam harddisk. Repot & membuang banyak waktu.

Beberapa minggu kemarin saat rekan saya itu datang berkunjung, dia bercerita bahwa Ubuntu dalam USBnya benar-benar membantu rutinitas kerjanya sehari-hari. Tiap kali ada PC milik kliennya yang bermasalah & perlu diinstal ulang Windowsnya, rekan saya akan menggunakan Ubuntu OS untuk melakukan backup data. Jadi dia akan boot komputer kliennya dari USB Ubuntu tadi. Lalu setelah masuk dalam Ubuntu, Ubuntu akan langsung mengenali harddisk yang terpasang dalam PC. Tidak hanya itu, dengan beberapa klik saja Ubuntu otomatis menyiapkan partisi Windows untuk bisa dilihat & diakses data-datanya. Baru kemudian rekan saya akan meng-copy semua data dari partisi data Windowsnya ke dalam external harddisk. Baru kemudian dia bisa menghapus semua partisi yang ada & menginstal bersih Windows ke dalam PC tersebut. Setelah Windows selesai terinstal dia baru kembalikan lagi data yang sudah diamankan sebelumnya ke external harddisk.

Dulu katanya sebelum kenal dengan Ubuntu OS, tiap kali menjumpai kasus serupa dia “terpaksa” membawa pulang harddisk milik kliennya. Di rumah dia pasang harddisk tersebut ke dalam PC Windowsnya sendiri. Hal itu dilakukan sekadar untuk bisa mengakses data yang masih tersimpan dalam harddisk milik clientnya itu.

Saya cukup surprise mendengar cerita bahwa cara booting dari Ubuntu USB tadi sudah dilakukannya puluhan kali. Yang membuat saya surprise adalah rekan saya tadi itu 100% buta Linux. Tapi faktanya dia bisa menggunakan Ubuntu Linux & malah aktif menggunakannya sehari-hari untuk mendukung pekerjaannya. Ada kepuasan tersendiri bagi saya berhasil mengenalkan Linux pada seseorang yang tidak pernah tahu apa itu Linux sebelumnya. Tentu rekan saya tidak berkutat pada perintah-perintah di terminal (CLI commands).

Ubuntu Live CD Mengakses Harddisk Windows photo ubuntu-live-os-2_zps2323dc40.png

Baginya menggunakan Nautilus Ubuntu sudah sangat cukup. Bagi yang belum tahu, Nautilus itu adalah semacam Windows Explorer tempat anda mengakses data pada partisi C:\ atau D:\, atau tempat Anda membuka My Documents.

Begitu kira-kira sharing pengalaman rekan saya yang sukses memanfaatkan Linux untuk menunjang pekerjannya sehari-hari. Apakah Anda sudah pernah berkenalan dengan Ubuntu Linux?