Makassar (part 2) – Review Hotel Yasmin

Selasa kemarin sebelum berangkat ke Makassar, Dwidaya Travel lagi-lagi tidak bisa mencarikan hotel untuk saya dan Manggar. Bukan salah mereka memang karena nyatanya semua hotel rekanan Dwidaya (seperti Singgasana, Quality, Aryaduta) sudah penuh semua. Akhirnya Bu Wawa (rekan kantor) yang memesankan hotel Yasmin untuk kami berdua.

Hotel Yasmin ini letaknya di Jl. Jampea no 5 kota Makassar. Posisinya di dalam China Town (karena dari jalan besar kita masuk melewati sebuah gerbang dengan huruf-huruf Mandarin dan ada tulisan China Town-nya). Letak Jl. Jampea sendiri tidak jauh dari Balai Kota Makassar. Sebelum tiba di Makassar, feeling saya mengatakan kalau hotel ini tidak bagus. Tidak terlalu meleset perkiraan saya sebelumnya, ternyata benar hotel ini tidak bagus. Walaupun katanya hotel ini berbintang 3, saya lebih senang menyebutnya hotel dengan standar dan kualitas bintang 2. Malah menurut saya masih lebih bagus hotel Wisata di Palembang yang pernah saya singgahi beberapa waktu lalu. Tapi jelek-jelek begini, hotel Yasmin diresmikan oleh Presiden Soeharto loh Desember 1995 lalu.

Tidak ada remote AC di kamar, ketika sampai di hotel Rabu malam saya sempat kesal juga karena ACnya tidak kunjung dingin. Rupanya Manggar di kamar sebelah juga merasakan hal yang sama. Dia juga bingung tidak bisa menemukan remote AC. AC di kamar hotel adalah tipe AC split. AC ada di teknisi hotel, jadi kalau kita ingin mengubah temperatur ruangan kita harus memanggail bagian room service 🙁 Suhu minimum yang bisa diatur oleh AC cuma sampai 180 Celcius. Tapi sepertinya sih tidak sampai sedingin itu walupun sudah diset 180 Celcius. Silakan lihat review lainnya dalam komik berikut ini :

Kelebihan hotel murah bagi saya cuma satu, makanannya tidak terlalu mahal. Kamis siang saya pesan sup asparagus & sapi lada hitam, seperti ini fotonya :

Sayang rasanya tidak terlalu “nendang”. Menu yang sama saya pesan juga waktu menginap di Hotel Wisata Palembang. Di sana rasanya lebih enak daripada yang tadi saya makan. Semangkuk sup asparagus kepiting, seporsi sapi lada hitam, nasi putih, dan sekaleng Coca Cola harganya Rp70.000,- Tidak terlalu enak tapi benar-benar ngejeduk di perut.

Mungkin ini juga gara-gara management meeting minggu lalu yang diadakan kantor saya, dengan hasil di antaranya pengiritan di mana-mana. Standar hotel pun turun jadi seperti sekarang ini 🙁 (mode cari-cari kambing hitam ON). Ah…memang saya engineer yang terlalu banyak komplain. Teman saya cukup bijaksana mengomentari cerita saya tentang hotel Yasmin, katanya : “ya udah lah daripada tidur di jalan”. Ah bijaksana sekali teman saya itu, memang saya harus belajar menjadi bijaksana supaya tidak terlalu sering komplain.

9 thoughts on “Makassar (part 2) – Review Hotel Yasmin

  1. Benar Ted, lebih baik mengeluh daripada elu ntar kudu repot sendiri…eh, salah ya gw…eiya daripada ntar lama2 elu dikasih sarung doang ama peta mesjid terdekat 😀

    hhmm…gimana pengiritan di post “manajemen” terjadi gak? kalau cuma level operasional level staff mah…*mengurut dada*

  2. Kalo itu sih pertanda injenir kudu liat tetangga sebelah Ted 😀
    Etapi kalo masih bisa ngadain FamGath ya berarti masih tajir lah….at least buat ngerekrut injenir baru buat ruang sebelah 😀

  3. @ jesie : betul banget…family gathering kan gak sedikit dananya. paling gak sih seharusnya bisa buat gaji 1 atau 2 engineer baru di tim itu tuh :-p

  4. Saya perempuan lulusan IT, ingin sekali menjadi Unix / Linux engineer. Kalau boleh tau mas, berapa gaji fresh graduate unix engineer seperti saya ini? Mohon mas berkenan mengirimnya ke email saya. Trim’s.

  5. waaah,,,hotel bintang 3 emg ky gt….konsepna city hotel,,,bukan untuk refreshing, efektif tempat n biaya,,,biasaNa digunakan untuk orang yg sibuk beraktivitas,,jd gag sempet lg yg nmNa ngomentarin…hahahahaha…
    tp,,,emg ada bbrp fasilitas yg cukup ‘horor’ c…
    masNa keseringan nginep d hotel *5 c,,,liat hotel *3 jd kaget…

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.