Singapore (part 5) – No Service No Money

Selasa siang kemarin, saya pergi ke pusat pertokoan di Orchard Road. Di stasiun MRT Orchard, saya cukup terheran-heran melihat ada orang yang duduk memainkan keyboard. Lagu yang dimainkan bernuansa tahun baru, duduk di lorong keluar stasiun yang mengarah ke Orchard Road. Saat melewatinya saya baru sadar kalau pemain keyboard tersebut adalah seorang tuna netra. Keheranan saya adalah mengapa Singapura yang memiliki aturan sedemikian ketat di mana-mana, masih membiarkan orang mengamen….apalagi di stasiun yang menjadi area publik. Terlepas dari si pengamen adalah seorang tuna netra, rasanya kok ada yang aneh memikirkan Singapura yang begitu tertib tapi meloloskan penyandang cacat mengamen. Meskipun demkian, saya sama sekali tidak merasa terganggu dengan kehadiran pengamen tadi. Sempat terlintas di pikiran saya, apakah mungkin penyandang cacat diberi ijin khusus untuk mencari uang dengan mengamen?

Sambil menyusuri Orchard, saya juga melihat 2 atraksi lain dari penyandang cacat. Yang satu duduk di kursi roda meniup terompet, sementara yang lain memainkan keyboard. Saya sempat mengambil foto dari kedua pengamen ini :

Semakin kuat saja dugaan saya kalau pemerintah Singapura memberikan ijin khusus (atau mungkin juga memfasilitasi) pada mereka yang cacat untuk dapat mencari uang secara halal, menunjukkan talentanya, tanpa harus mengemis-ngemis. Sore harinya saya juga melihat pertunjukan lain di depan Takashimaya Shopping Centre, ada atraksi dua orang gadis plastik cilik. Lihat gambarnya di bawah ini :

Ini juga hebat, agak kasihan juga sih melihat mereka kecil-kecil sudah cari uang di jalan. Tapi memang salah satu hal yang membuat saya salut, di Singapore hampir tidak ada orang yang mengemis-ngemis/meminta-minta uang. Kalaupun ada,  mereka menawarkan jasa/barang sebagai kompensasinya. Misalnya yang saya lihat di daerah Bugis, ada beberapa orang tua yang menawarkan menjual tissue seharga 50 cent. Kasihan memang…tapi saya lebih respek dengan mereka daripada melihat ibu-ibu & anak-anak jalanan di Jakarta; tanpa service apa-apa langsung menadahkan tangan meminta-minta. Kalau cacat mungkin bisa dimaklumi lah kalau sehat bugar apa gak aneh jadinya. No service, no money.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.