Balikpapan (part 3) – Soal Traktir Makan

Tadi malam saya sedikit berdebat dengan teman saya soal kebiasaan saya mentraktir makan teman-teman. Teman saya protes katanya saya boros. Ada 1 pernyataannya yang cukup memancing saya untuk berkomentar. Dia bilang “ya jelas kalo elo traktir makan orang-orang pasti mau dekat/akrab sama elo”. Waduh kok begitu komentarnya, tentu ini langsung saya sanggah. Saya tidak pernah berharap untuk “membeli” keakraban dengan rekan-rekan cuma dengan traktiran makan. Naif sekali rasanya kalau saya membayari orang makan hanya supaya orang tersebut mau akrab dengan saya. Saya memang senang mentraktir teman-teman, entah apa sebabnya. Yang jelas saya senang saja kalau melihat orang bisa puas makan. Saya cukup bisa merasakan bagaimana gak enaknya gak bisa makan. Bukan berarti teman-teman yang saya bayari makan itu tidak mampu makan sendiri. Tapi bagi saya soal makan adalah hal yang penting. Senang aja rasanya melihat orang puas makan.

Jadi lucu kalau saya dengar ada orang yang bilang “Eh kamu kan ulang tahun, kapan nih makan-makannya?” Kasihan kan makan-makannya setahun sekali kalau ada yang ulang tahun. Banyak juga yang makan-makannya hanya kalau ada orang yang resign dari kantornya, alias makan-makan saat farewell party. Selama saya punya uang lebih, tidak terlalu jadi soal membayari orang makan. Tentu itu juga kalau mood saya mentraktir orang sedang bagus :-p . Oh ya satu lagi…bagi saya mentraktir orang bukan juga karena saya ingin dianggap hebat, bukan saya ingin dipuji-puji. Susah memang mendeskripsikan senangnya saya membayari orang lain makan, sama susahnya kalau Anda yang suka belanja di mal-mal mewah disuruh menjelaskan kenapa bisa senang belanja di sana. Apakah traktir-mentraktir itu sama dengan yang namanya kebaikan? Rasanya hanya Tuhan yang tahu. Saya cuma percaya siapa banyak menabur akan banyak menuai.

Soal boros atau tidak itu lain masalahnya, bagi saya boros atau tidak adalah hal yang relatif. Ambil saja contoh tentang kebiasaan dan hobi belanja. Orang yang enggan membelanjakan dananya untuk beli aneka macam barang akan memandang rekannya yang shopping mania sebagai orang yang boros. Sementara orang yang doyan shopping akan menganggap rekannya tadi sebagai orang yang pelit. Atau mungkin juga dia akan memandang temannya memang miskin : “Ah dasar lu aja yang gak bisa shopping jadi bilang gua itu boros belanja melulu“…nah kan? Mudah-mudahan Anda menangkap maksud saya. Boros atau murah hati juga relatif sifatnya tergantung dari sudut apa kita melihat. Hemat dan pelit juga relatif sifatnya. Orang yang pelit dengan mudah berdalih ah saya sih memilih untuk hidup hemat. sementara orang lain mungkin akan melihat dirinya sebagai orang yang pelit. Kaya atau miskin memang relatif. Orang dengan tabungan 1 milyar mungkin akan memandang rekannya yang hanya bergaji Rp1juta/bulan sebagai orang miskin. Tapi si miskin tadi bisa memandang dirinya lebih kaya daripada gelandangan pengemis atau anak-anak jalanan.

Dalam dunia fisika, Albert Einsten populer dengan hukum relativitasnya. Nah ternyata bukan hanya dalam dunia fisika saja kan hukum relativitas berlaku, tapi juga dalam sikap dan cara pandang seseorang terhadap sesuatu hal. Segalanya memang serba relatif, jadi haruskah kita hidup dengan kerelativitasan pandangan orang lain?

Foto ilustrasi adalah foto sup asparagus kepiting di Hotel Sagita.

4 thoughts on “Balikpapan (part 3) – Soal Traktir Makan

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.