Banjarmasin (part 3) – Pungutan di Bandara

Di Indonesia, bila kita bepergian menggunakan jasa angkutan udara dapat dipastikan kita harus membayar airport tax (pajak pelayanan bandara). Resminya dituliskan sebagai Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara/ PJP2U. Tarifnya ada beberapa jenis tergantung dari tipe bandar udara dan tipe perjalanan. Waktu pulang dari Paris bulan Maret lalu, saya sempat heran karena di Charles De Gaul Airport Paris saya tidak perlu membayar airport tax. Maklum, waktu itu pertama kali pergi ke luar negri 😀

Di Jakarta misalnya, biaya PJP2U untuk penerbangan domestik tarifnya sebesar Rp30.000,- sementara untuk penerbangan internasional tarifnya sebesar Rp100.000,-. Tarif PJP2U penerbangan domestik tidak melulu sebesar Rp 30.000,- tergantung kelas bandar udaranya. Beberapa bandar udara internasional di Indonesia selain Soekarno Hatta Jakarta (bandar udara Juanda Surabaya, Hang Nadim Batam & Ngurah Rai Denpasar) sama membebankan tarif Rp30.000,- untuk tiap penumpang. Bandar udara lain di Indonesia ada yang menerapkan tarif Rp25.000,- ada juga yang menerapkan tarif PJP2U domestik sebesar Rp20.000,-. Berikut beberapa data airport tax untuk penerbangan domestik di beberapa bandara di Indonesia (data diambil dari perjalanan saya tahun 2008 ini) :

  1. Bandar Udara Hang Nadim Batam – Rp30.000,-
  2. Bandar Udara Polonia Medan -Rp30.000,-
  3. Bandar Udara Minangkabau Padang – Rp25.000,-
  4. Bandar Udara Sultan Syarif Kasim Pekanbaru – R25.000,-
  5. Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang – Rp25.000,-
  6. Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta – Rp30.000,-
  7. Bandar Udara Adi Soemarmo Solo – Rp20.000,-
  8. Bandar Udara Juanda Surabaya – R30.000,-
  9. Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarmasin – R25.000,-
  10. Bandar Udara Sepinggan Balikpapan – Rp30.000,-
  11. Bandar Udara Ngurah Rai Denpasar – Rp30.000,-
  12. Bandar Udara Hasannudin Makassar – Rp 30.000,-

Selain pungutan resmi PJP2U, masih ada beberapa pungutan “tidak biasa” di beberapa bandar udara lokal Indonesia. Biasanya disebut sebagai biaya retribusi. Tidak sama halnya dengan PJP2U yang dipungut oleh pihak otoritas bandara, biaya-biaya retribusi tersebut biasanya diambil oleh Pemerintah Daerah. Di bandar udara Hasannudin Makassar misalnya, ada biaya retribusi sebesar Rp5000,- oleh pemerintah daerah Maros (tempat bandara dibangun), foto karcis retribusinya seperti berikut ini :

Di Palembang pungutan macam itu juga ada, retribusinya sebesar Rp3000,- Retribusi ini sama besarnya dengan yang dipungut pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Yang menunggui konter retribusi ini biasanya adalah para pegawai berseragam PNS. Lucu kan contoh retribusi di Makassar itu? Di karcis ditulis “DONASI” tapi semua orang harus membayar, bukankah yang namanya donasi itu diberikan secara cuma-cuma/sukarela? Ada kesan “pemaksaan” yang saya rasakan tiap kali membayar biaya yang tidak seberapa tersebut. Ah memang apa peduli saya, toh semua biaya itu akan dikembalikan oleh kantor saya (karena tiap kali pergi pasti karena urusan kantor :-p ). Di Banjarmasin, pada karcis retribusinya tertulis “retribusi penggunaan fasilitas landasan bandara”…wakakakakak…lucu gak sih? Bagi saya sih lucu, apalagi kalau sudah merasakan take off dari bandara Syamsudin Noor Banjarmasin….landasan pacunya benar-benar keriting, sukses membuat pesawat terguncang-guncang hebat saat lari di landasan pacu.

Kamis pagi kemarin saya juga terheran-heran di bandar udara Syamsudin Noor Banjarmasin, ada lagi pungutan lain yang tidak biasa : biaya strapping. Tiap bawaan penumpang Garuda yang dimasukkan ke dalam bagasi pesawat harus diikat dengan tali khusus, ini yang dikenal dengan strapping. Seperti ini hasil strapping di bandara :

Pagi ini saat mengikat tas troli saya, saya dimintai biaya sebesar Rp5000,- lihat foto kuitansinya berikut ini :

Yang melakukan strapping adalah pihak ketiga, bukan dari pihak Angkasa Pura sendiri selaku penyedia jasa di tiap bandar udara. Halah, ada-ada saja kekonyolan macam ini; segalanya dibisniskan…semuanya ingin ikut menikmati “kue”-nya. Bukankah Garuda sendiri yang menetapkan aturan semua bagasi penumpang harus diikat? Lalu mengapa biaya ikat semacam ini jadi dibebankan pada penumpang. Lagi-lagi ada kesan “pemaksaan” yang saya rasakan dalam pungutan ini. Bukan nilai uang Rp5000,-nya yang mengherankan saya, tapi karena seumur-umur baru kali ini saya membayar biaya strapping bagasi. Ah jangan-jangan nanti-nantinya akan ada biaya retribusi untuk duduk di dalam ruang tunggu bandara.

3 thoughts on “Banjarmasin (part 3) – Pungutan di Bandara

  1. @ Titin : tarif airport tax bervariasi dari Rp20000-Rp30000,- tergantung tipe airportnya. Airport berskala internasional seperti Soekarno Hatta & Ngurah Rai itu tarifnya yg paling mahal (Rp30000,-)

  2. Lg bt nih ..lantaran pesawat delay . Di bandara palembang . Tambah kesel ngelihat Cara oknum pns palembang minta donasi … Di pintu masuk. Sblm boarding penumpang di panggil pakai pengeras suara … Pak / bu kesini lagi periksa tiketnya … Pastilah Banyak. Yg ketipu disangka benar periksa tiket . Setelah tiket diserahkan ke oknum . Sang oknum langsung bilang donasi PAD kota sepuluh ribu . Praktislah Banyak yg nyangka itu wajib la Wong tiket nya sdh Dia pegang .

    Pungut donasi Boleh saja tapi caranya jangan begitu dong ….

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.