Bandeng Isi Ma’ Uneh

Akhir pekan kemarin saya pergi kondangan ke Bandung. Karena saya ingin makan gepuk, seorang rekan saya merekomendasikan Warung Nasi Ma’ Uneh di jalan Padjajaran (tidak jauh dari GOR Padjajaran, di sisi kiri jalan). Warung nasi ini menjual masakan Sunda. Gepuk juga tersedia di sana, bagi yang belum tahu gepuk itu adalah daging sapi yang sudah dibumbui lalu digoreng. Rekan saya menyuruh saya mencoba ikan bandeng isi & masakan remis (semacam kerang kecil). Ternyata betul ikan bandeng isinya benar-benar enak. Tentu ikan bandeng ini sudah tidak ada tulangnya, karena dagingnya sudah diolah, dibumbui, & dimasukkan kembali ke dalam kulitnya.

Masakan remisnya juga enak. Gepuknya malah terasa biasa saja, rasanya masih kalah dengan gepuk merek Nyonya Yong. Ini tampilan menu makanan yang dijual di sana.

Meskipun ada menu seperti itu, pengunjung bebas memilih menu di etalase. Pegawainya akan mengambilkan makanan yang kita pilih untuk kemudian digoreng lagi sebelum disajikan. Seperti umumnya restoran khas Sunda, lalapan & sambal sudah jadi menu wajib yang disajikan tanpa kita harus memesannya. Saat saya datang sekitar pukul 7 malam kurang, warung nasi ini masih sepi. Lepas pukul 7 banyak sekali pengunjung yang datang untuk makan malam. Harganya menurut saya sangat terjangkau. Untuk 2 bandeng, 1 remis, 1 perkedel, 1 gepuk, dan 2 nasi putih; saya cuma menghabiskan Rp65.000,-

Ikan bandeng isinya membuat saya ingin kembali lagi makan di sana. Sangat recommended untuk dicoba.

Sate Sari Mendo Tegal

Dalam perjalanan pulang dari Semarang saya mampir makan sate kambing muda di Tegal. Atas petunjuk rekan saya via telepon, saya diarahkan ke rumah makan sate kambing Sari Mendo. Dari jalur utama Pantura yang menuju Cirebon, saya belok kiri di samping Pasifik Mal. Setelah belok jalan lurus terus mengikuti jalan itu saya harus belok kiri. Begitu belok kiri saya harus belok kanan menyeberangi rel kereta api. Dari rel kereta api tadi, lokasi Sari Mendo tidak jauh lagi di sisi kiri jalan. Parkirannya luas karena halaman ruko di sampingnya dijadikan tempat parkir juga.

Rumah makan ini terbilang luas memanjang ke belakang. Saat itu sekitar pukul 7 malam tidak terlalu banyak pengunjung yang makan di sana. Tapi ini membuat saya heran karena pelayanannya terbilang lambat. Perlu waktu lebih dari 20 menit sampai makanan datang. Mereka tampaknya tidak menjual sate kambing daging polos, semuanya diberi lemak (gajih). Dagingnya lumayan empuk tapi masih kalah empuk dengan sate kambing di Prupuk yang saya kunjungi bulan Juni yang lalu.

Selain sate saya juga pesan sop kambingnya. Sopnya terasa segar hanya sayang isi dagingnya sedikit. Untuk sopnya saya masih lebih suka sop kambing Sate Casmadi di belakang Wisma Mulia Jakarta.

Overall lumayan untuk makan malam mengganjal perut setelah berjam-jam terjebak kemacetan di Pekalongan.

Lunpia Gang Lombok

Saat mengujungi Semarang kemarin, saya sempat mampir ke Gang Lombok untuk membeli lunpia (bahasa Inggrisnya = springroll). Katanya lunpia Gang Lombok ini sangat terkenal sebagai oleh-oleh dari kota Semarang. Meskipun terkenal, tempat berjualannya terbilang sederhana. Bangunan tua di kawasan Pecinan Semarang. Dari luar yang nampak tumpukan besek (kotak dari anyaman bambu) untuk bungkus lunpia. Harga lunpianya pun tidak bisa dibilang murah, Rp12000,- per lunpia. Tersedia lunpia basah dan lunpia goreng.

Yang sangat mengherankan bagi saya adalah antriannya yang luar biasa. Entah apa karena ini musim liburan atau bukan. Tapi katanya memang lunpia Gang Lombok ini ramai tiap harinya. Cara mereka berjualan masih sangat tradisional, tidak ada sistem antrian yang jelas. Semua pembeli harus mengantri tanpa bisa meninggalkan tempat karena tidak diberi kartu tunggu. Meninggalkan tempat berarti resiko diserobot pembeli yang lain. Lunpia ini dibuat saat itu juga, isi lunpia pun dimasak di tempat yang sama. Pembeli harus menunggu lunpia dibuat saat itu juga. Ada sekitar satu jam saya menunggu di sana sampai akhirnya saya menyerah dan meninggalkan tempat. Akhirnya saya minta tolong supir saudara saya untuk menunggu di sana.

Ini tampilkan kemasan lunpia Gang Lombok. Satu besek ini berisi 10 lunpia basah. Di dalamnya juga disertakan 2 bungkus saus, sausnya terbuat dari tepung aci yang sangat kental. Ada juga bungkusan acar mentimun & cabai rawit.

Lunpia basahnya sendiri seperti ini :

Lunpia ini berisi campuran telur, rebung, daging ayam & udang. Saya sempat mencicipi lunpia ini setelah digoreng. Menurut saya rasanya standar saja. Mungkin karena saya bukan pecinta lunpia jadi saya tidak tahu standar lunpia yang enak.

Kambing Bakar Cairo

Minggu lalu saya mencoba rumah makan Kambing Bakar Cairo di Kelapa Gading. Teman saya merekomendasikan tempat makan ini meskipun dia sendiri belum pernah mencobanya. Tempat makan di jalan Kelapa Nias ini papan mereknya cukup menarik perhatian.

20130721-140319.jpg

Ada 3 hal yang menarik di plang namanya :

  • katanya terlezat nomor 2 se-Timur Tengah
  • katanya kambing bakarnya rendah kolesterol
  • dan yang paling menarik ditulis kalau tidak ketagihan Anda tidak perlu membayar.

20130721-140433.jpg

20130721-140333.jpg

Saya coba pesan paha kambing bakar ukuran kecil (250gr kalau tidak salah). Tersedia pula ukuran sedang & ukuran besar. Ternyata benar daging kambingnya benar-benar lembut. Tidak perlu pisau untuk memotong-motong dagingnya, cukup dengan sendok dagingnya sudah terurai. Paha kambing ini disajikan di atas hot plate seperti yang sering dipakai di steak house. Kecap sambal dihidangkan pada piring yang terpisah. Kecapnya dilengkapi dengan irisan cabe rawit dan taburan merica. Bumbu tadi membuat rasanya seperti makan sate kambing khas solo, saya suka kombinasi daging empuk & sambal kecapnya.

Sedikit kekurangan yang saya rasa adalah nasi putihnya terasa cukup keras, seperti nasi putih yang dipakai untuk membuat nasi goreng. Seporsi paha kambing bakar & sepiring nasi putih sangat mengenyangkan. Lain kali mungkin saya akan pilih porsi kambing bakar lebih besar dengan nasi cukup setengah saja.

Tidak perlu waktu lama untuk membuat saya ingin kembali lagi ke sini. Biasanya kalau mengunjungi Kelapa Gading & ingin makan kambing, saya akan pergi ke sate kambing batibul Bang Awi. Setelah mencoba kambing bakar ini rasanya saya akan beralih tidak lagi ke sate kambing Bang Awi.

Soto Sokaraja

20130623-230117.jpg

Minggu lalu saya sempat menikmato soto di Purwokerto. Soto di Purwokerto punya keunikan sendiri, disajikan dengan sambal kacang yang cukup pedas. Sambal kacang ini enak sekali, cocok untuk semangkuk soto hangat. Soto ini disajikan dengan potongan lontong, tauge, potongan daging sapi (ada juga yang menyajikan dengan daging ayam). Saya perhatikan sepertinya tidak lazim orang yang memesan semangkuk soto ini dengan sepiring nasi. Oh ya kerupuk warna-warni juga jadi ciri khas soto ini.

Selain di Purwokerto yang terkenal juga adalah soto Sokaraja. Sokaraja ini daerah di pinggir Purwokerto. Yang terkenal di daerah Sokaraja adalah Soto Kecik Pak Slamet. Di sini hanya ada soto daging sapi.

20130623-231108.jpg

Semangkuk soto ini porsinya tidak terlalu besar, kurang bisa membuat kenyang. Dua mangkuk rasanya pas untuk mengenyangkan perut. Lebih baik memesan di awal sekaligus 2 mangkuk daripada menunggu mangkuk kedua datang.