4 Solaris in 5.3 Hours

Hari ini saya menginstal Solaris 9 ke 4 buah server Fujitsu Primepower 450. Klien kantor saya kali ini adalah PT Datacraft. Sebenarnya itu server yang akan dibeli oleh PT Icon+ ke PT Datacraft. Jadi saya perlu instal dulu sebelum dikirimkan ke end user.Setelah beres-beres dan persiapan hardware-nya, saya mulai instalasi sekitar pukul setenga h 12 siang. Dengan bermodalkan 1 DVD Solaris 9 dan 6 CD patch Solaris saya instal server pertama. Yang paling lama adalah proses patching, sampai saya selesai makan siang pun belum selesai. Server pertama ini selesai diinstal sekitar pukul 2 siang. Setelah itu saya buat image dari sistem ini dengan bantuan flar. Flar adalah fitur di Solaris untuk membuat image dari sistem dalam bentuk flash archive. Caranya cukup mudah, dengan perintah berikut ini :

bash-3.00# flarcreate -n solaris9 -s -c -R / -x /export/home/fsi /export/home/fsi/solaris9.flar

Image hasilnya dinamai solaris9.flar dan diletakkan di dalam /export/home/fsi. Lihat screenshot di bawah ini saat saya buat image.

flar create

Ketiga server sisanya saya instal dengan menggunakan image tersebut. Server pertama tadi dijadikan FTP (file transfer protocol) server, server lain tinggal mengakses image yang saya buat lewat protokol FTP. Lihat gambarnya berikut ini :

install via ftp

Jauh lebih cepat. Tiap server cuma butuh waktu 40 menit; bandingkan dengan server pertama yang butuh waktu hampir 2 jam untuk instalasi Solaris lengkap dengan patch-nya. Jadi total 5 jam lebih 20 menit semua server sudah terinstal. Pulang siang deh =))

So, thanks for something called flar and FTP ^:)^

NFS Server di Linux & Solaris

NFS (network file system) adalah sebuah protokol berbagi pakai berkas melalui jaringan. Cara menggunakan direktori yang dibagi pakai lewat jaringan di lingkungan Unix adalah seperti berikut ini :

Di Solaris

bash-3.00# mount -F nfs -o  172.16.208.112:/srv/ftp/pwsupport /tedy2

Di Linux

pwsupport:~ # mount -t nfs 172.16.209.120:/export/home/mps /data

Dua perintah di atas adalah cara mounting NFS direktori ke dalam local computer. Dalam hal ini, komputer yang melakukan mounting sebuah NFS direktori dikenal sebagai NFS client.

Nah sekarang bagaiman cara mengkonfigurasi NFS server?

Di Linux (kemarin saya coba di OpenSUSE 10.3), semua direktori yang akan dishare didaftarkan di dalam file /etc/exports. Contoh isi file /etc/exports adalah seperti berikut ini :\

pwsupport:~ # more /etc/exports
/srv/ftp/pwsupport    172.16.209.120(rw,sync,no_subtree_check,no_root_squash)
/home/data  172.16.209.116(ro,sync)

Keterangan untuk contoh di atas :

  • Bagian depan adalah nama direktori yang akan dishare ke jaringan (/srv/ftp/pwsupport).
  • Bagian selanjutnya adalah nama/alamat IP komputer yang diijinkan mengakses direktori tersebut (dalam contoh ini hanya client dengan IP 172.16.209.120). Dengan kata lain menentukan NFS client mana yang boleh menggunakan direktori tadi.
  • Bagian berikutnya adalah beberapa opsi saat membagi pakai direktori.
    • Opsi rw artinya NFS client boleh mengganti isi direktori/menaruh sesuatu di dalamnya. Jika kita membagi pakai suatu direktori tanpa mengijinkan NFS client ganti opsi ini dengan opsi ro.
    • Opsi sync artinya direktori yang dibagi pakai tersebut disinkronisasi terus (NFS client bisa melihat perubahan yang dilakukan orang lain pada direktori tersebut).
    • Opsi no_subtree_check membuat NFS client bisa mengakses direktori-direktori di bawah / di dalam direktori yang dibagi tadi.
    • Opsi no_root_squash memungkinkan NFS client untuk masuk ke dalam direktori yang telah dimount oleh NFS client. Saat saya belum menambahkan opsi ini, saya sukses mengakses NFS direktori ini tapi saya tidak bisa masuk ke dalamnya. Lihat tampilan eror yang muncul :
      bash-3.00# mount -F nfs -o  172.16.208.112:/srv/ftp/pwsupport /tedy2
      bash-3.00# df -h
      ....................
      ....................
      172.16.208.112:/srv/ftp/pwsupport                       9.8G      3.4G     6.0G       36%       /tedy2
      
      bash-3.00# cd /tedy2
       bash: cd: /tedy2: Permission denied
      

Setelah mendaftarkan direktori yang akan dibagi pakai ke dalam file /etc/exports, kita perlu merestart servis NFS server. Di OpenSUSE caranya adalah seperti berikut ini (ingat untuk mereset servis kita perlu root akses):

pwsupport:~ # service nfs restart
Shutting down NFS client services:                                    done
Starting NFS client services: sm-notify                               done

Ok, tadi cara konfigurasi di Linux. Di Solaris beda caranya, saya coba di Solaris 10. Untuk mengatur direktori supaya bisa diakses oleh komputer lain menggunakan protokol NFS, semua direktori yang akan dishare didaftarkan ke dalam file /etc/dfs/dfstab. Isi file ini adalah seperti berikut :

bash-3.00# more /etc/dfs/dfstab
share -F nfs -o rw=app-server,anon=0 -d "share veritas" /export/home/fsi/VERITAS
share -F nfs -o anon=0 -d "tedy share" /export/home/mps
share -F nfs -o rw=172.16.209.122,anon=0 -d "share emulex" /export/home/fsi/emlx_drv

Keterangan contoh di atas :

  • Bagian yang paling belakang adalah direktori yang akan dibagi pakai lewat protokol NFS.
  • Bagian yang ditandai dengan tanda “-o” adalah nama/alamat IP komputer yang boleh mengakses NFS direktori tersebut. Jika kita ingin semua komputer bisa menggunakan NFS direktori maka gunakan anon=0
  • Beberapa opsi yang bisa digunakan adalah :
    • Opsi rw berarti NFS client boleh “menulis” ke dalam NFS direktori tersebut. Pilihan lain adalah opsi ro (read only). By default, tanpa mendefinisikan opsi ini, Solaris akan membagi pakai direktori dalam mode read only. Opsi dituliskan setelah perintah -o.
    • Kita bisa memberi keterangan direktori yang dishare tersebut dengan opsi -d diikuti dengan keterangan (diketikdalam tanda kutip).

Setelah mendaftarkan semua direktori ke dalam file /etc/dfs/dfstab kita harus mereset servis NFS server terlebih dulu, di Solaris 10 caranya adalah seperti berikut ini :

bash-3.00# svcadm restart svc:/network/nfs/server

Sementara di Solaris 9 caranya adalah seperti ini :

bash-3.00# /etc/init.d/nfs.server restart

Nah kurang lebihnya seperti itu cara bodoh-bodohan melakukan sharing direktori via NFS protokol baik di Linux maupun di Solaris….semoga berguna.

Bongkar Lagi, Install Lagi

Saat menulis postingan ini, saya sedang menunggu proses instalasi OpenSUSE 10.3 ke dalam PC saya di rumah.

Bye-bye Ubuntu, bye-bye Windows 😀

Untuk kesekian kalinya saya obrak-abrik lagi PC saya. PC yang saya beli November 2005 ini sudah puluhan kali saya install dan uninstall. Tidak pernah menghitung sih berapa tepatnya, cuma sepertinya yang paling banyak adalah instalasi Windows. Tahu sendiri kan Windows gampang crash. Terakhir tadi sebelum “dibongkar” lagi, ada Windows XP dan Ubuntu 7.04 di dalamnya. Berhubung lagi senang-senangnya dengan OpenSUSE 10.3 tak apalah saya relakan sistem yang sudah ada diubah lagi. Minggu kemarin sudah saya pindahkan dulu data-datanya ke harddisk backup. Gak tau nanti OpenSUSE ini akan bertahan berapa lama di dalam PC saya.

Mungkin sebaiknya saya punya PC khusus untuk kesenangan saya ngoprek OS 😀 Kalau ada rejeki, hal ini pasti bisa masuk ke dalam plan saya berikutnya. Kalau perlu beli KVM switch sekalian, jadi gak perlu pasang 2 monitor, 2 keyboard+mouse. Cukup satu KVM switch bisa pindah-pindah di antara 2 PC..he..he..he…

Yang mau saya pelajari dalam waktu dekat adalah membuat proxy server sendiri (termasuk konfigurasi internet gateway). Sekarang sedang menunggu pinjaman LAN card dari teman saya. Mudah-mudahan akhir minggu ini pesanan LAN card saya sudah siap, jadi ada mainan nanti di akhir minggu.

Mangkatnya Pak Harto

Setelah sudah hampir sebulan media kita dipenuhi oleh berita sakitnya mantan Presiden Soeharto, hari ini Pak Harto akhirnya meninggal dunia. Menurut Detik.com, Pak Harto meninggal dunia hari ini 27 Januari 2008 pukul 13.10. Saya baru bangun tidur sore ini pukul 6, mendengar berita ini di tv. Semua media memberitakan hal yang sama.

Lepas dari segala kontroversi tentang dirinya, saya mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya mantan Presiden Soeharto.

Biliar Lagi

Baru saja saya pulang dari Roxy Square, main biliar di Roxy Pool House (lantai 3 gedung Roxy Squre). Tadi saya sempat ikut mini kompetisi yang diadakan oleh Roxy Pool House (RPH). Dengan uang pendaftaran Rp10000,- saya masuk ke dalam sebuah kompetisi kecil dengan 8 orang peserta. Kompetisinya memakai sistem gugur, mencari 3 kemenangan. Yang menang katanya akan dapat hadiah uang tunai Rp50000,- (namanya juga kompetisi mini jadi hadiahnya juga mini 😀 ).

Awalnya saya pergi ke Roxy bersama Manus teman saya untuk belanja di Superindo lalu rencananya main sebentar di RPH. Berangkat dari rumah pukul 7 malam. Setelah ambil uang di ATM, belanja sebentar di Superindo, mengantar Manus beli SIM card, baru kami naik ke lantai 3. Saat saya sedang main sendiri, ada pengumuman bahwa RPH akan mengadakan kompetisi kecil. Iseng saja saya mendaftar. Kebetulan saya kenal dengan salah satu panitianya. Tapi giliran saya main masih cukup lama. Teman saya sudah mengantuk, jadi saya pulang dulu mengantar teman saya. Segera saya balik lagi ke RPH, kali ini bersama Edi.

Kemampuan saya main biliar memang belum layak untuk ikut kompetisi, walupun kompetisinya skala kecil seperti ini. Tapi tak apa lah, sekadar melatih mental. Main biliar di tengah kompetisi memang jauh berbeda rasanya dibandingkan saat main sendiri. Deg-degan, tegang membuat saya jadi bego. Bola-bola yang gampang jadi sering gagal saya eksekusi. Lumayan lah, saya sempat menang melawan salah satu jagoan di Roxy Square. Sampai final akhirnya saya kalah. Pulang deh, tidak ada rasa kecewa karena sejak awal niat saya bukan untuk menang. Niat saya ikut hanya untuk melatih mental, mengukur kemampuan, menghitung seberapa keras lagi saya harus berlatih.

Roxy Pool House adalah tempat pertama saya mengenal biliar pertengahan tahun 2006 lalu. Saya masih ingat dulu dikenalkan dengan biliar oleh teman saya Budy. Sekitar bulan Juni 2006 saya pertama kalinya seumur hidup saya pegang yang namanya stik biliar. Waktu itu saya belum lulus dari ITB. Saya pun masih ingat di meja mana saya dulu pertama kali main, meja nomor 1 🙂 . Sejak itu saya jadi ketagihan main biliar. Cukup intens saya main biliar sejak saat itu. Apalagi sejak saya mulai kerja pertama kali di Jakarta bulan September 2006. Awal Oktober 2006 saya beli cue stick sendiri dari gaji pertama saya. Saya masih ingat juga akhir tahun 2006 boleh dibilang hampir setiap hari saya dan Budy main biliar di RPH.

Sejak bergabung dengan klub Indobilyar (akhir 2006), saya jadi jarang sekali main di RPH. Saya lebih senang main di Batavia Sport di jalan Panjang. Sayang baru bulan lalu Batavia Sport gulung tikar. Main di RPH bukan pilihan utama, hanya pilihan yang paling dekat dengan tempat tinggal saya. Yang membuat RPH bukan jadi pilihan utama karena mejanya tidak bagus dan mahal :-p . Alasan lain, musiknya yang “ajeb-ajeb” tidak cocok buat telinga saya.

Ya gitu deh sepotong pengalaman saya dengan Roxy Pool House. Banyak memori saya di sana….(sok puitis =)) )